Dalam kehidupan,manusia akan sering mengalami
menang-kalah,jatuh-bangun,susah-senang dan berbagai kompleksitas-kompleksitas
yang kadang tidak menyenangkan. Begitu juga dengan sebuah kontestasi politik.
Tidak mungkin semua pihak yang bersaing bisa memperebutkan trofi juara. Yang
susah sekali kita terima dan seharusnya kita sadari bahwa pemenang dalam sebuah
pertandingan hanyalah satu dan tidak mungkin semua. Hal ini pulalah yang
sekarang hangat diperbincangkan di ruang publik menyoal rekapitulasi perhitungan
hasil pemilu presiden 2009. Pihak yang merasa dirugikan karena adanya dugaan
kecurangan tidak mau mengakui hasil pemilu dengan menolak menandatangani berita
acara. Ada apa dengan deklarasi siap menang,siap kalah yang dilontarkan
pasangan capres-cawapres pada debat yang diselenggakan KPU beberapa waktu lalu
?
Sebuah pertandingan akan membawa kedamaian bagi semua pihak
jika diselenggarakan dengan adil,jujur dan transparan bagi setiap peserta.Kita
masih ingat pada pemilu AS kemarin bagaimana Joe Biden dengan ksatria mengakui
kekalahannya. Sedangkan di dalam negeri,pada pilkada Jakarta,pasangan
Adang-Dani memberi ucapan selamat pada lawan politiknya.Bisa dimaklumi ketika
kekalahan lewat cara yang adil memberi efek psikologis berbeda dibandingkan dengan
kekalahan dengan cara-cara yang diskriminatif dan tidak adil. Setiap orang yang
diperlakukan tidak adil pasti akan berontak, karena sebagai manusia,dirinya
merasa diperlakukan sewenang-wenang. Protes selalu hadir dalam situasi dimana
keadilan absen,sedangkan institusi yang ada tidak mampu memecahkan persoalan
yang ada.
Harus bersama-sama kita akui bahwa pelaksanaan pemilu 2009
sangat jauh dari harapan kita. Dimulai dari masalah-masalah teknis yang
dihadapi KPU,masalah DPT,ketidaktranparanan. Senada dengan kinerja KPU yang
dinilai buruk,Badan Pengawas Pemilu pun tak ketinggalan memberi nilai lima pada
penyelenggara pemilu ini. Alias nilai merah. Adapun dasar pertimbangan Bawaslu
adalah ketidakterbukaan KPU terkait dengan DPT,kerjasama KPU dengan IFES serta
Telkomsel terkait perhitungan suara dan banyaknya protes-protes yang
terakumulasi dalam rekapitulasi. Sebuah kebohongan besar jika ada pihak yang
bilang proses pemilu kemaren berjalan dengan baik tanpa cacat.
Terkait dengan penolakan dua pasangan capres yang menolak
menandatangani hasil rekapitulasi,bukan bicara sah atau tidak sah. Penolakan
tersebut adalah cermin adanya duri dalam daging dalam proses pemilu presiden
kemarin. Kemenangan yang cantik dan elegan apabila semua pihak merasa bahwa
usaha yang dilakukan telah maksimal dan merasa keadilan juga hadir dalam
kontestasi.Dua pasangan yang kalah protes bukan karena kekalahan itu sendiri.
Melainkan ada proses demokrasi yang tercederai dan tidak bisa dibiarkan begitu
saja.Kita tidak boleh membiasakan diri bergaul akrab dengan kecurangan. Nada
protes pun bukanlah gangguan,jika yang diprotes adalah penyimpangan dari
kebenaran. Protes kemudian seringkali dituduh sebagai pihak yang tidak legowo
menerima kekalahan. Memang tidak salah berpikir begitu,namun kali ini kita
harus bisa jujur melihat konteksnya. Bahwa semua pihak dan bahkan KPU sendiri
mengakui adanya ketidakberesan dalam penyelenggaran pemilu. Dan,bola panas pun
tidak ada yang berani memegangnya dengan ksatria sampai hasil akhir
rekapitulasi diumumkan.
Setiap orang mengejar kemenangan.Menang adalah simbol
kekuatan,prestasi,harga diri,keunggulan,prestise dan berbagai
simbol-simbol sosial lainnya. Kemilau kemenangan membuat kekalahan kemudian
menjadi makna yang berarti penderitaan,malu,rendah diri,tidak berkualitas.
Padahal kekalahan tidak selamanya bermakna seperti itu. Bahkan ada sebuah
kata-kata bijak yang mengatakan “seorang pemenang bukanlah orang yang tidak
pernah kalah,melainkan orang yang dalam setiap kekalahan mampu tegak berdiri
dengan lantang”. Artinya,kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. Dekonstruksi
makna kekalahan harus kita hembuskan terus menerus sehingga kekalahan dianggap
menjadi hal yang kurang lebih sama dengan kemenangan.
Dalam kasus pemilu 2009,jika pun dikatakan sebagai pihak
yang kalah. Namun,protes terhadap kecurangan harus tetap dilakukan. Kita
serahkan kepada proses hukum yang berlaku dengan otak panas namun hati tetap
dingin. Jangan sampai dugaan kecurangan menjadi tafsir untuk melegalkan
anarkisme.Negara harus mengakomodir kepentingan pasangan capres yang belum
beruntung.Jika keputusan hukum mengatakan lain dari keinginan pasangan yang
tidak puas,maka kita sudah berusaha maksimal. Kita harus hormati proses hukum.
Namun,jika hasilnya sejalan dengan tuntutan, juga harus dihormati.
Artinya,hukum tidak boleh absen,apalagi berpihak. Hukum harus berani tampil ke
depan dan memutuskan dengan seimbang. Jika hukum tidak mampu,apa kita mau hukum
milik kami,dia,mereka,kalian,aku yang kemudian mewarnai demokrasi kita .
http://gmni-sumedang.blogspot.com/2009/07/memberi-arti-baru-pada-kekalahan.html
http://gmni-sumedang.blogspot.com/2009/07/memberi-arti-baru-pada-kekalahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar