Rabu, 18 April 2012

Pemanasan global


Pemanasan global (Inggrisglobal warming adalah suatu proses meningkatnya suhurata-rata atmosferlaut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change(IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Penyebab pemanasan global

Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merahgelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap airkarbon dioksidasulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]]Variasi

Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika SerikatJerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13]Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis
]Mengukur pemanasan global

Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesisini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.
Model iklim

Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.[16] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas iklimnyamasih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C(2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.[17] Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.[18][19][20]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini.[21] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.
Dampak pemanasan global
Para ilmuwan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantaipertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakahkelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap airmerupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[22]Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.

Peningkatan permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerahBangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diaremalnutrisidefisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan seperti asmaalergicoccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutamasulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar Matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.[22]
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.
Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan.
Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegiadimana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan olehminyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas karbon dioksida sama sekali.

Persetujuan internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Pada tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de JaneiroBrazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.

Solusinya:
Ada bermacam cara memperlambat dampak pemanasan global, cara-cara tersebut umumnya mudah dan sederhana. Tetapi kurang dilakukan secara serius oleh kebanyakan orang.
1. Batasi Penggunanaan kertas
Tanamkan di pikiran anda kuat-kuat, bahwa setiap anda menggunakan selembar kertas maka anda telah menebang sebatang pohon. Oleh karena itu gunakan kertas se-efektif mungkin misalnya dengan mencetak print out bolak-balik pada setiap kertas. Bila anda nge-print sesuatu yang tidak terlalu penting, gunakanlah kertas bekas yang dibaliknya masih kosong.
2. Ganti bola lampu.
Segera ganti bola lampu pijar anda dengan lampu neon. Lampu neon ini membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding lampu pijar. Ingat setiap daya daya listrik yang anda pakai maka anda turut serta menghabiskan sumber daya energi listrik yang kebanyakan berbahan bakar fosil. Bahan bakar fosil adalah bahan bakar tak terbarukan, dan dalam jangka sepuluh tahun ke depan mungkin bahan bakar jenis ini akan habis.
3. Buka jendela lebar-lebar
Di Amerika , sebagian besar dari 22,7 ton emisi CO2 berasal dari rumah. Kebanyakan emisi atau gas buang tersebut berasal dari AC, kulkas, kompor gas atau refrigerator. Unutk meminimalkannya ketika dapat mengatur termostat AC dengan suhu udara di luar ruangan. Kemudian bukalah jendela lebar-lebar karena sirkulasi udara yang terjebak dapat mengkonsumsi energi.
4. Gunakan pupuk organik.
Pupuk yang digunakan kebanyakan petani mengandung unsur nitrogen, yang kemudian berubah menjadi N2O yang menimbulkan efek GRK (Gas Rumah Kaca) 320 kali lebih besar dari pada CO2. Jika anda hobi berkebun gunakanlah pupuk organik. Disamping aman, murah pula.
5. Tanamlah rumpun bambu
Pepohonan memang terbukti mampu menyerap CO2, tetapi ternyata pohon atau rumpun bambu mampu menyerap CO2 empat kali lebih banyak dari pohon-pohon lain.
6. Naik kendaraan umum
Saat ini jumlah kendaraan pribadi sudah teramat banyak dan bikin sumpek. Sector transportasi menyumbang sampai 14 % emisi gas rumah kaca ke atmosfer, jika kita menggunakan kendaran umum maka kita mengurangi emisi gas rumah kaca,
7. Jangan pakai kantong plastik
Di beberapa Negara bagian Amerika, urusan kantong plastik bahkan sampai dibuat undang-undangnya segala. LSM peduli lingkungan mendorong pemerintah Negara setempat unutk melarang penggunaan kantong plastic sebagai kantong belanjaan. Plastik ini memang unsur yang sulit terurai, butuh 1000 tahun untuk mengurainya didalam tanah.
Efek Gas rumah kaca yang ditimbulkannya juga cukup besar. Maka beralihlah ke kantong kain, misal dari kain serat alami.
8. Hidup efisien
Apapun aktifitas manusia di bumi akan berdampak pada bumi yang kita diami ini. Pola komsumsi energi, pola lingkungan dan sebagainya. Hiduplah seefisien mungkin, gunakan sedikit energi, komsumsilah sedikit makanan, tinggalkan pola hidup konsumtif, ramahlah terhadap lingkungan, sedikit bicara lebih banyak berpikir, dan sebagainya.
9. Mengemudi cerdas
Hindari perjalanan yang panjang dan menghabiskan waktu, bila mungkin memotong jalan lakukanlah. Kurangilah aktifitas yang menggunakan kendaraan pribadi. Jika terpaksa menggunakan kendaraan pribadi, pilihlah jalan-jalan alternative yang bebas macet dan tidak mengkonsumsi energi. Bila anda menunggu, matikan mesin sebab gas buangan tetap keluar sementara bahan bahan bakar terpakai.


fungsi & tugas mahasiswa dalam meningkatkan rasa nasionalisme Dengan Sastra

Semenjak awal peradaban manusia di Indonesia meyakini bahwa tiap-tiap warganya memiliki rasa nasionalisme. Rasa nasionalisme bisa tumbuh mendampingi watak masing-masing individunya menuju ke arah positif. Rasa nasionalisme itu sendiri mengingatkan kepada kita akan suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan suatu konsep identitas diri. Dimana identitas diri itu merupakan sebuah alat untuk menunjukkan rasa cinta tanah air. Perwujudan secara nyata berupa mampu terikatnya jiwa warga negara untuk mempertahankan wilayah negerinya. Wilayah yang telah dikenal karena dari tempat itulah mampu memberikan penghidupan dan penafkahan.
Dari hal kompleks di atas ikatan pribadi muncul. Membentuk berbagai benang-benang kesadaran, bisa pula kesadaran itu direkayasa yang memang dirancang untuk membangun rasa nasionalisme. Namun selebihnya, generasi muda yang seharusnya lebih banyak memilikinya malah suka “menutup mata, telinga, mulut bahkan hati” dengan perasaan enteng jika ditnya saat nasionalisme. Padahal mereka adalahelemen bangsa yang utama. Jika hal ini terus berlanjut, masihkah negeri ini mau menanggung malu di khalayak internasional 30 tahun mendatang? Ironis memang, apabila dibandingkan dengan semangat remaja-remaja pendahulu. Generasi muda yang diharapkan mampu diharapkan sebagai pemegang estafet pemerintahan akhirnya “memungkiri” amanah itu sendiri dengan mengabaikan nasib bangsa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena remaja saat ini hanya mau mengambil satu unsur saja dari dua unsur yang dimiliki oleh remaja dahulu. Kedua unsur itu ialah perjuangan dan kemenangan. Mereka mengenal bahwa lewat sebuah perjuangan, kemenangan tak mustahil untuk diraih. Namun remaja sekarang mengambil unsur kemenangan saja tanpa melewati proses. Mereka menginginkan kemenangan ada begitu saja secara instrant. Inilah perwujudan pemikiran mereka sekarang ini. Akibat fasilitas yang didapat secara instant, otak mereka pun dicuci pula dan ikut-ikutan instant. Hal itu mampu dibuktikan misalnya para remaja diharapkan pada suatu sejarah masa lalu lewat film-film perjuangan. Seketika bulu kuduk berdiri dan semangat nasionalisme muncul, jiwa yang menyimpan rasa itu terbakar. Realitanya, selang beberapa waktu saja jiwa suci itu kembali meredup, hilang.
Maka untuk memasukkan nasionalisme ke jiwa remaja dibutuhkan suatu proses dorongan semangat secara bertahap agar terekam jelas dan tak akan hilang walaupun budaya-budaya asing telah merambah negeri ini. Salah satu upaya itu ialah mengaplikasikan pelajaran-pelajaran sekolah untuk menyimpan benih-benih pada pribadi generasi muda kita. Rasa nasionalisme dapat dibentuk melalui pembelajaran sastra. Bukankah sastra mengajarkan kesatuan utama yang mampu memberikan kemudahan dalam kehidupan manusia. Sastra juga mengusung unsur kelembutan dan kedamaian. Oleh sebab itu layak apabila sastra mampu berdampingan dengan kehidupan.
Remaja yang memiliki kecintaan terhadap sastra secara perlahan akan menemukan suatu kedamaian dan menumbuhkan jiwa nasionalisme. Mereka akan menempatkan diri pada ruang kehidupan secara khusus, mereka tidak akan berorientasi pada materi saja. Faktanya memang perubahan selalu mengarah pada materi namun perubahan yang di iringi dengan jiwa akan terasa berbeda. Jadi tidak terfokus pada fisik saja. Seperti yang diungkapkan oleh John F. Kennedy “Seandainya ada lebih banyak kaum politik memahami puisi, saya yakin dunia yang kita alami ini akan menjadi tempt yang lebih baik”.
Namun pembelajaran sastra dikebanyakan sekolah kurang efisien karena hanya berteori saja. Sebenarnya praktek dalam berkarya sastra akan terasa lebih mudah untuk menciptakan rasa ideologi nasionalisme. Siswa akan mengekpresikan seluruh cinta tanah air yang ia miliki lewat karya sastra. Ada suatu kebanggaan tersendiri apabila ide-ide kita mampu dituangkan dalam tulisan yang indah daripada hanya berbicara saja. Jadi media sastra selalu terbuka lebar. Bagi remaja yang mau mengungkapkan bagaimana rasa penghargaan kita terhadap bangsa.
Dari penjelasan di atas, masalah ideologi nasionalisme tampaknya mampu menjadi sumber ide yang sangat menarik bagi penulis. Sebagai contoh novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Di dalamnya menceritakan tokoh Guru Isa yang menggambarkan semangat bernasionalisme walaupun hatinya dikabuti rasa takut. Dan masih banyak lagi khazanah karya sastra Indonesia yang bernafas serupa. Tentunya gambaran nasionalisme ditunjukkan dengan cara yang menyenangkan. Cara yang dimiliki sastrawan pasti berbeda dengan sejarawan. Sastrawan akan menafsirkan nasionalisme dari berbagai arah. Ia tak mau bertumpu pada satu arah saja. Ia akan merasakan kepuasan walaupun harus berjungkir untuk menafsirka nasionalisme. Bukti ini semakin memperkuat bahwa memahami nasionalisme lewat karya sastra sangat menyenangkan.
Perlu diketahui pula bahwa nasionalisme dan sastra memiliki hubungan kuat. Sebagai contohnya adalah Nugroho Notosusanto menyatakan bahwa sastra Indonesia modern mulai pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908. Dan menurut Ajib Rosidi, peresmian pengakuan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dilakukan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta. Dengan fakta di atas, daya cipta kebudayaan (sastra) dianggap bersifat nasional. Maksudnya menjadi milik nasionalitas Indonesia, termasuk bahasa dan sastra. Dari pernyataan kedua tokoh di atas mampu memberikan buah pelajaran bagi generasi muda akan suatu perjuangan. Mengubah yang lemah menjadi kuat dan yang anarkis menjadi kedamaian.
Karena itu, sastra haruslah menempati ruang penghidupan yang lebih layak dari sebelumnya. Cara pandang pun harus diubah. Demi melahirkan jiwa-jiwa nasionalisme dengan bekal budi pekerti santun. Sastra sudah saatnya diterjemahkan filosofinya agar tidak menciptakan fakta irasional. Dengan kembalinya sastra disela-sela kehidupan generasi muda diharapkan tercipta situasi kebangsaan yang utuh. Generasi muda akan mengendalikan bangsa dengan rasa nasionalisme hasil pembelajaran sastra



FAKTOR PENYEBAB KONFLIK KERUSUHAN DAN STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK


FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Asumsi setiap orang memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani konflik.
Terdapat 5 kecenderungan:
• Penolakan: konflik menyebabkan tidak nyaman
• Kompetisi: konflik memunculkan pemenang
• Kompromi: ada kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi kerugian
• Akomodasi: ada pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan
• Kolaborasi: mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain untuk bekerja bersama-sama.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

INTERAKSI WIN –WIN
Berpikir Menang-Menang merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang menyatakan : “Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”. Berpikir Menang-Menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara, tidak ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi. Mungkin kita memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga adalah dunia yang penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang menciptakan dunia kompetisi. Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang bukanlah berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang, atau pun Kalah –Kalah.
1. Win-Lose (Menang – Kalah).
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk :
Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
Mencoba untuk berada di atas orang lain.
Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
2. Lose-Win (Kalah – Menang).
Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3. lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.


4. Win (Menang)
Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim.
5. Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.

Kesimpilan cara mengatasi konflik/kerusuhan:
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya :Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adusenjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritassama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.

PERATURAN – PERATURAN TENTANG KE IMIGRASIAAN

Prosedur Keluar Masuk Wilayah Indonesia Berdasarkan Peraturan Keimigrasian
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian menyatakan, bahwa keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia. Terkait pernyataan diatas, masuk atau keluarnya subjek keimigrasian dalam hal ini adalah orang yang masuk ke wilayah atau pun orang yang akan keluar wilayah Negara Republik Indonesia, baik Warga Negara Indonesia (WNI) ataupun Warga Negara Asing (WNA). Dan terkait hal tersebut, negara kita memiliki prosedur atau tatacara tersendiri sebagaimana yang diatur dalam peraturan mengenai Keimigrasian, berikut dibawah ini penjelasannya:
I. MASUK WILAYAH INDONESIA
Bagi setiap Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang akan menggunakan haknya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri maupun kembali masuk ke Negara Indonesia, dalam Undang-Undang Keimigrasian telah diatur kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, antara lain adalah :
·         Tanda Bertolak;
·         Surat Perjalanan Republik Indonesia dalam hal melakukan perjalanan ke luar negeri;
·         Surat Izin masuk kembali ke wilayah Indonesia.
Secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan telah diatur kewajiban Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang akan memasuki walayah Indonesia, yakni sebagai berikut :
1.       Untuk Warga Negara Indonesia yang akan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia, maka mereka diwajibkan untuk :
1.       Memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku;
2.       Memiliki lembar E/D, dan
3.       Pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan imigrasi
2.       Untuk Warga Negara Asing yang mau masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia, maka mereka diwajibkan untuk:
1.       Memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku;
2.       Memiliki Visa yang masih berlaku, kecuali orang yang tidak diwajibkan memiliki Visa, dan
3.       Memiliki lembar E/D, kecuali bagi pemegang kartu elektronik.
Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia harus melalui pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan oleh petugas imigrasi, dan lebih lanjut pemeriksaan keimigrasian diatur sebagai berikut :
1.       Pemeriksaan Keimigrasian Warga Negara Indonesia yang akan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia meliputi:
1.       Memeriksa Surat Perjalanannya dan mencocokkan dengan pemegangnya
2.       Memeriksa pengisian lembar E/D;
3.       Memeriksa nama yang bersangkutan dalam daftar penangkalan.
2.       Pemeriksaan Keimigrasian Warga Negara Asing yang akan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia meliputi:
1.       Memeriksa Surat Perjalanannya dan mencocokkan dengan pemegangnya;
2.       Memeriksa visa bagi orang asing bagi mereka yang diwajibkan memiliki visa;
3.       Memeriksa pengisian lembar E/D;
4.       Memeriksa nama yang bersangkutan dalam daftar penangkalan.
Dalam  hal yang dianggap perlu dapat dilakukan juga pemeriksaan sebagai berikut :
1.       Tiket untuk kembali atau untuk meneruskan perjalanan ke negara lain;
2.       Keterangan mengenai jaminan hidup selama berada di Indonesia; atau
3.       Keterangan kesehatan bagi negara yang terkena wabah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, petugas imigrasi dapat memberi keputusan sebagai berikut :
1.       Menolak pemberian ijin masuk (penolakan) karena dianggap tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut di atas; atau
2.       Memberikan ijin masuk karena telah memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan diatas atau untuk yang telah memiliki ijin masuk kembali, masih berlaku ijinnya.
Terkait penolakan pihak keimigrasian, dalam hal pihak asing tersebut :
1.       Tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah atau tidak berlaku;
2.       Tidak memiliki Visa, kecuali yang tidak diwajibkan memiliki Visa sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 9 tahun 1992, yakni ”orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki Visa E;
3.       Menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
4.       Memberikan keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/ atau Visa.
II. KELUAR WILAYAH INDONESIA
Sebagaimana halnya dengan ketentuan yang harus dipenuhi dalam memasuki wilayah Indonesia, maka untuk keluar wilayah dari Negara Indonesia juga memiliki ketentuan yang wajib dipenuhi terlabih dahulu, antara lain adalah :
1.       Wajib memiliki tanda bertolak; dan
2.       Wajib memenuhi pemeriksaan keimigrasian oleh Pejabat Keimigrasian ditempat pemeriksaan.
Tanda bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan dalam surat perjalanan oleh Pejabat Imigrasi pada saat pemeriksaan bagi setiap orang yang akan meninggalkan Indonesia. Tanda bertolak ini diberikan setelah dinyatakan tidak ada masalah atau telah memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun bentuk dari tanda bertolak dan ijin masuk ini berupa :
1.       Cap ijin masuk atau cap tanda bertolak;
2.       Lembaran atau kartu biasa yang dilekatkan atau dilampirkan pada surat perjalanan;
3.       Kartu elektronik.
Dan bagi setiap orang, baik Warga Negara Indonesia ataupun Warga Negara Asing yang akan keluar dari wilayah Negara Indonesia, maka mereka harus memenuhi kewajiban terlebih dahulu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, yang pengaturannya sebagai berikut :
1.       Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan meninggalkan Indonesia wajib:
1.       Memiliki Surat Perjalanan yang sah dan masih berlaku serta mendapat tanda bertolak;
2.       Mengisi lembaran E/D
2.       Warga Negara Asing (WNA) yang akan meninggalkan Indonesia wajib:
1.       Memiliki Surat Perjalanan yang sah dan masih berlaku dan mendapat tanda bertolak;
2.       Memiliki ijin keimigrasian yang masih berlaku;
3.       Memiliki bukti pengembalian dokumen bagi pemegang ijin tinggal terbatas dan ijin tinggal tetap yang akan meninggalkan wilayah Indonesia;
4.       Mengisi kartu E/D Khusus untuk alat angkut udara yang tercatat dalam daftar alat angkut, wajib mengisi kartu E/D dan lembar E/D diganti dengan mengisi lembaran khusus yang telah disediakan.
Lebih lanjut diatur bahwa setiap orang baik WNA dan WNI yang akan keluar wilayah Indonesia diwajibkan melalui pemeriksaan keimigrasian sebagai berikut :
1.       Pemeriksaan WNA yang akan keluar dari wilayah Indonesia dilakukan pemeriksaan keimigrasian dengan cara:
1.       Memeriksa surat perjalanan dan mencocokkan dengan pemegangnya;
2.       Memeriksa nama yang bersangkutan, apakah nama tersebut ada atau masuk kedalam daftar pencegahan;
3.       Memeriksa masa berlaku dari ijin keimigrasian;
4.       memeriksa bukti pengembalian dokumen keimigrasian bagi pemegang ijin tinggal terbatas dan ijin tinggal tetap;
5.       Memeriksa surat pengusiran atau surat pemulangan bagi orang asing yang diusir dari wilayah Negara Republik Indonesia atau dikembalikan ke negara asalnya;
6.       Memeriksa pengisian kartu E/D;
2.       Pemeriksaan WNI yang akan keluar dari wilayah Indonesia dilakukan pemeriksaan keimigrasian dengan cara:
1.       Memeriksa Surat Perjalanan yang sah dan masih berlaku
2.       Memeriksa nama yang bersangkutan, apakah ada dalam daftar pencegahan; dan
3.       Memeriksa pengisian lembaran E/D

IMIGRASI
Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang berarti perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain (M. Iman Santoso, 2004). Ada istilah emigratio yang memiliki arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara ke luar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya istilah immigratio dalam bahasa Latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk ke dalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut hal yang sama yaitu perpindahan penduduk antarnegara, tetapi yang berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah kenegara lain, peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi, namun bagi negara yang didatangi orang tersebut sebagai peristiwa imigrasi.
Konferensi internasional tentang emigrasi dan imigrasi, tahun 1924 di Roma memberikan definisi imigrasi sebagai suatu: “Human mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence.” (Gerak pindah manusia memasuki suatu negeri dengan niat untuk mencari nafkah dan menetap disana).
Ketika muncul konsep negara dan kedaulatan atas suatu wilayah tertentu, maka, dalam melakukan perlintasan antarnegara, digunakan paspor yang secara harfiah berarti melewati (pintu masuk) pelabuhan. Paspor adalah pas atau izin melewati pelabuhan atau pintu masuk, yang berasal dari kata to pass yaitu melewati, dan port yaitu pelabuhan atau pintu masuk. Paspor ini biasanya memuat identitas kewarganegaraan pemegangnya. Oleh karena itu negara yang mengeluarkan berkewajiban memberi perlindungan hukum dimana pun kepada pemegang berada. Selain itu di dalam paspor dicantumkan kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan pemegang paspor berlalu secara leluasa, memberi bantuan, dan perlindungan kepadanya di dalam melintasi batas suatu negara.
Kemudian di dalam rangka menyeleksi orang asing yang ingin masuk dan melakukan perjalanan ke negara lain, dibutuhkan visa. Istilah visa berasal dari kata Latin visum yang artinya laporan atau keterangan telah diperiksa. Kemudian, istilah visa dipergunakan sebagai istilah teknis di bidang keimigrasian yang artinya adalah cap atau tanda yang diterakan pada paspor, yang menunjukkan telah diperiksa dan disetujui oleh pejabat negara tujuan, di luar negeri, untuk memasuki negara asal pejabat negara asing itu. Pemeriksaan paspor dan visa yang tercantum di dalamnya merupakan bagian dari proses keimigrasian pada saat kedatangan orang asing di suatu negara. Dalam pernyatan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batas-batas tiap negara dan setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri dan berhak kembali kenegerinya sendiri.
Keimigrasian menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No. 9/1992) adalah hal-ihwal lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Indonesia.
Dengan menggunakan pendekatan gramatikal (tata bahasa) dan pendekatan semantik (ilmu tentang arti kata) definisi keimigrasian dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara ihwal diartikan sebagai perihal. Dengan demikian, hal-ihwal diartikan sebagai berbagai keadaan, peristiwa, atau kejadian.
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dengan tempat lain, hilir mudik, bolak-balik.
Dengan demikian, menurut UU No. 9/92 terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu:
a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang keluar, masuk, dan tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia.

Mengacu pada konsepsi wawasan nusantara yang antara lain menyatakan bahwa batas teritorial negara Indonesia merupakan satu kesatuan geografis baik itu berupa daratan, lautan, dan udara. Berdasarkan batas-batas teritorial negara Republik Indonesia yang diakui secara internasional maka timbal yurisdiksi hukum Indonesia atas setiap orang, benda, dan perbuatan yang berada dan terjadi dibawah dan di atas wilayah Indonesia. Operasionalisasi konsep wawasan nusantara dikaitkan dengan batas-batas teritorial ini sesuai dengan prinsip umum hukum internasional yang dikemukakan oleh Lord Macmillan yang menyatakan:
“Adalah statu ciri pokok dari kedaulatan dalam batas-batas ini, sepeti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap orang,benda,dan perbuatan dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbal di dalam perbuatan batas-batas teritorial ini.”
Demikian pula dari sudut pandang keimigrasian bahwa dalam lingkup batas-batas teritorial, keimigrasian berfungsi untuk meminimalisasikan dampak negatif dan mendorong dampak positif dari yurisdiksi sementara (transient jurisdiction) yang timbal akibat keberadaan orang asing yang bersifat sementara itu selama berada dalam wilayah Indonesia. Peran keimigrasian seketika muncul saat orang asing melintasi batas wilayah Indonesia. Oleh karena itu fungsi keimigrasian dapat berada di darat,laut,dan udara wilayah Indonesia. Ada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk atau keluar (entry point/border crossing).
Pada tempat-tempat itu dilakukan clearance yang secara universal dilaksanakan oleh Immigration (imigrasi) juga disertai fungsi-fungsi lainnya seperti Custom (Bea dan Cukai) dan Quarrantine (karantina), yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu perlintasan. Imigrasi untuk clearance perlintasan manusia, Bea Cukai untuk clearance perlintasan kesehatan manusia,hewan,dan tumbuhan. Fungsi-fungsi ini secara internasional dikenal sebagai CIQ (Custom, Imigration, Quarrantine) dan merupakan fungsi-fungsi pokok di wilayah lintas batas territorial. Di samping juga melihat adanya fungís kepolisian dan militer yang keadaan normal bekerja sebagai fungsi supporting system. Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan militer fungsi pertahanan. Contoh dalam pemeriksaan kapal yang berlabuh pada perairan pedalaman Indonesia sebelum menaikkan dan menurunkan orang atau barang harus terlebih dulu menaikkan bendera “N” yang berarti mempersilahkan petugas imigrasi mengadakan clearance. Tanpa clearance dari imigrasi, maka setiap orang yang Turun dari kapal dianggap secara tidak sah memasuki wilayah Indonesia dan atas tindakan itu diancam pidana. Apabila clearance telah selesai selanjutnya diikuti clearance oleh Custom dan Quarrantine. Dalam pandangan teknis imigratoir, immigration clearance diartikan sebagai penyelesaian pendaratan pada saat perlintasan di entry point (dengan pengertian pendaratan masuk atau pendaratan keluar).
Ada suatu pandangan yang salah yang beranggapan bahwa fungsi keimigrasian hanya dilakukan di pelabuhan udara atau pelabuhan laut saja. Hal ini disebabkan kita terbiasa melihat petugas imigrasi hanya bertugas pada kedua tempat itu saja. Pengertian batas teritorial negara dari sudut pandang keimigrasian, secara geografis dapat dibagi dalam pengertian:
Batas garis wilayah teritorial “luar”, yaitu batas teritorial negara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan batas-batas garis wilayah negara Indonesia yang telah ditetapkan dan diakui secara internasional sebagai batas teritorial “luar” berdasarkan: (1) UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia; (2) UU No.7/1973 tentang Landas Kontinen; (3) UU RI No.6 thn.1973 tanggal 8 Desember 1973 tentang batas antara Indonesia dengan Papua New Guniea; (4) Keppres No.89 thn.1969 tanggal 5 November 1969 tentang Batas antara Indonesia dengan Malaysia. Dalam ruang lingkup ini fungsi keimigrasian pada dasarnya mempunyai tugas untuk mengamati,mengatur,dan menjaga seluruh pelintasan manusia baik masuk maupun keluar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contoh pelintasan perbatasan darat di Entikong, Kalimantan Barat atau perlintasan laut di Kepulauan Natuna-Riau, secara fisik kedua tempat tersebut berada pada garis batas teritorial negara.
Batas garis wilayah teritorial “dalam”, yang dimaksud di sini adalah batas-batas yang terdapat di dalam area pelabuhan laut atau udara internasional yang memisahkan wilayah internasional dengan wilayah nasional. Contoh: Pada pelabuhan udara internasional seperti Bandara Sukarno Hatta-Jakarta atau Bandara Juanda-Surabaya,atau pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta terdapat batas yang secara fisik berbentuk sebuah garis kuning (a yellow line) atau dikenal sebagai immigration line yang terdapat di depan arrival atau departure immigration counter. Di belakang garis kuning itu sampai pada pintu pesawat dapat diartikan sebagai wilayah internasional (international area atau sterile area) dan dalam pesawat/kapal laut berlaku hukum negara di mana pesawat itu terdaftar.
Dalam perspektif keimigrasian setiap orang dianggap telah melewati garis wilayah perbatasan teritorial ketika telah melewati pemeriksaan keimigrasian untuk memproses pendaratan bagi setiap pelintasan baik masuk maupun keluar. Pelabuhan udara atau laut secara fisik kedua titik tersebut berada di dalam garis wilayah batas teritorial suatu negara dan merupakan bagian dari wilayah darat atau wilayah perairan pedalaman yang sepenuhnya bagian dari yurisdiksi negara. Namun berdasarkan konvensi internasional disepakati bahwa di dalam suatu pelabuhan udara atau laut internasional terdapat wilayah internasional yang berfungsi sebagai sterile area, hanya orang yang telah melewati immigration clearance yang dapat masuk atau keluar melintasi garis kuning

http://kuthokudemak.blogspot.com/2009/06/apakah-imigrasi-itu.html