Jumat, 09 Maret 2012

Fenomena Korupsi di Indonesia

Fenomena korupsi telah menjadi persoalan yang berkepanjangan di negara Indonesia. Bahkan negara kita memiliki rating yang tinggi di antara negara-negara lain dalam hal tindakan korupsi. Korupsi sebagai sebuah masalah yang besar dan berlangsung lama menjadi sebuah objek kajian yang menarik bagi setiap orang. Setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian itu. Misalnya ada orang yang meneliti pengaruh korupsi terhadap perekonomian, perpolitikan, sosial, dan kebudayaan.  
Fenomena korupsi telah merongrong nilai-nilai kerja keras, kebersamaan, tenggangrasa, dan belaskasih  di antara sesama warga bangsa Indonesia. Korupsi menciptakan manusia Indonesia yang easy going, apatisme terhadap nasib dan penderitaan sesama khususnya rakyat kecil yang tidak sempat untuk menikmati atau memiliki kesempatan untuk korupsi. Meskipun korupsi bukanlah sebuah lapangan pekerjaan baru. Singkatnya tindakan korupsi seolah-olah bukanlah sebuah lagi sebuah tindakan yang diharamkan oleh agama manapun sebab kenderungan korupsi telah merasuki hati semua orang.
Dalam tulisan ini, Penulis mau mengkaji korupsi sebagai sebuah budaya. Mari’e Muhammad(Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI pada masa Pemerintahan Orde Baru) mengatakan bahwa tindakan korupsi di Indonesia menjadi sebuah budaya.[1] Mungkin banyak orang yang menyetujui dan memiliki pemahaman yang sama dengan Mari’e.  Sejauhmana korupsi itu bisa dikatakan sebagai sebuah budaya? Apakah pernyataan Mari’e di atas jika ditelaah secara filosofis bisa dibenarkan?   Apakah korupsi yang membudaya itu tidak bisa dikikis oleh nilai-nilai kebudayaan lain seperti agama, etika politik yang baik dan lain-lain?   

Solusi untuk memberantas korupsi :
Bangsa ini perlu banyak belajar dan merenung untuk menghargai bahwa korupsi merugikan orang banyak yang telah bekerja keras dan berlaku jujur. Tindakan korupsi tidak menghargai fitrah manusia yang diilhamkan kepadanya untukcinta kepada kebaikan. Dengan begitu kita semua sedang belajar untuk hidup lebih lurus. Anak bangsa ini lahir dan besar dalam kondisi majemuk dan berbeda status sosial ekonominya. Ada yang berpunya dan ada yang lahir dalam serba berkekurangan. Dalam kemajemukan tersebut, keragaman pandangan dan pilihan untuk memelihara dan menjinakkan perilaku korupsi adalah hal biasa dan harus kita hargai. Dengan kemauan mengoreksi kesalahan berarti kita berpeluang untuk mengatasi krisis apapun. Krisis adalah peluang di masa sulit. Bangsa ini perlu membangun kehidupan sehari-hari yang berdasar etika yang kuat, aturan-aturan hukum yang dibuat aspiratif dan partisipatif, dengan begitu keadilan akan datang
Masyarakat dapat berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar